Saturday, December 28, 2013

Ketika cintaku singgah pada sosok itu

Ini cerita tentang aku dan dia,ya dia yang aku ketik dengan huruf "d" kecil bukan kapital. Pastilah kalian tau apa yang aku maksud, bukan Dia Sang Pencipta tapi dia makhlukNya. Aku tidak bisa menyebutkan kapan aku bertemu dan mengenalnya. Seorang yang aku sebut X ini pernah jadi masa lalu yang kadang mampir diingatan. Terkadang aku memang larut dengan ingatan itu,seperti saat ini. Aku kembali teringat saat awal perjumpaan hingga aku mengenal X dan menjalin hubungan.

Hubungan antara aku dan X waktu itu aku anggap sebagai hubungan yang spesial. X yang cerdas,bersemangat dan memiliki pengetahuan luas itu yg membuat aku tertarik untuk lebih mengenalnya dan berkesempatan tukar pikiran dengannya. Waktu pun terus berjalan sampai pada akhirnya kami hanya bisa bertatap dan bercakap dalam layar handphone kami,ya aku hanya berani berbicara dengannya lewat benda kecil itu. Hampir setiap hari kami melewatkanya dengan obrolan-obrolan ringan dan selalu berakhir beda pendapat. Namun perbedaan itu selalu kita tanggapin dengan hahahihi.

Bagiku,waktu itu sangat indah, namun aku sadar kalau itu bukan langkah yang tepat. Walaupun dari awal aku sudah berkesepakatan dengan X tentang rambu-rambu "hanya teman saja". Aku masih merasa rambu itu tidak cukup untuk kami, Allah masih terus membolak balik hati ini, balik ke sisi buruk dan balik juga ke sisi baik.

Berat memang untuk mengakhiri interaksi ini, tapi ada saat tegas pada diri sendiri.

Bersambung ~~

Sunday, December 8, 2013

Iri...iri..iri...

Jaman sekarang,memacu rasa iri itu sederhana..cukuplah kamu buka facebook,twitter dan semua akun social media kalian,mulailah stalking kegiatan2 teman disana....dan mulailah iri...

Seringkali aku mempertanyakan kepadaNya, kenapa jalan mereka (teman-teman.red) selalu nampak mulus sedangkan aku masih saja disini...
Dan mungkin Ia akan menjawab,karena kamu hanya duduk2 bengong, kadang tiduran dan HANYA melihat mereka tanpa mengejarnya.

Begitulah monolog-ku di siang menjelang sore ini,diantara kegalauan dengan melawan rasa malas untuk beranjak dari duduk2 bengong...

Monday, November 18, 2013

Bab Khusus Untukmu Perempuan :)

"Perempuan...perempuan...perempuan...selalu ada bab sendiri yang membahas tentang mereka "



Ada seorang wanita bernama Asma binti Sakan. Dia suka hadir dalam pengajian Rasulullah saw. Pada suatu hari dia bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah saw., engkau diutus Allah kepada kaum pria dan wanita, tapi mengapa banyak ajaran syariat lebih banyak untuk kaum pria? Kami pun ingin seperti mereka. Kaum pria diwajibkan shalat Jum'at, sedangkan kami tidak; mereka mengantar jenazah, sementara kami tidak; mereka diwajibkan berjihad, sedangkan kami tidak. Bahkan, kami mengurusi rumah, harta, dan anak mereka. Kami ingin seperti mereka. Maka, Rasulullah saw. menoleh kepada sahabatnya sambil berkata, "Tidak pernah aku mendapat pertanyaan sebaik pertanyaan wanita ini. Wahai Asma, sampaikan kepada seluruh wanita di belakangmu, jika kalian berbakti kepada suami kalian dan bertanggung jawab dalam keluarga kalian, maka kalian akan mendapatkan pahala yang diperoleh kaum pria tadi." (HR Ibnu Abdil Bar).

Dari dulu perempuan selalu diserang dengan pemikiran-pemikiran liberal yang menggaungkan isu kesetaraan gender, feminisme dll. Padahal sejatinya islam memuliakan perempuan, karena seperti yang kita tahu, adil  itu nggak pasti sama dan setara. Saya ingat dengan kata-kata Hasan Al Banna dalam buku Risalah Pergerakan bahwa ketika ada amalan laki-laki yang tidak dianjurkan untuk perempuan ada amalan lain yang bisa menutupinya. Namun, perempuan tetap aja terprovokasi untuk terus menyerukan keadilan yang artinya setara. Beberapa waktu yang lalu, karena saya harus mengisi kajian kemuslimahan yang membahas tentang perempuan, saya membuka kembali buku yang berjudul Wanita Karir dalam Perbincangan. Buku ini memang agak "keras" membahas tentang wanita karir, namun yang saya ambil dari buku ini adalah tentang alasan wanita menjadi sasaran dalam menghancurkan islam. Dalam buku ini ada ucapan para tokoh (yang akan menghancurkan islam) seperti berikut ini :

  1. Polo, seorang Masoni, berkata (tahun 1979), "Ketahuilah, kita tidak akan bisa menang dari agama lain (islam), kecuali bila didalam barisan kita ada kaum wanitanya. Meskipun hanya sehari, kemenangan pasti berada dipihak kita" 
  2. Pada tahun 1899, para peserta muktamar Polonia berkata, "Kita harus berhasil menggaet kaum wanita. Oleh karena itu, pada saat apapun, bila ada uluran tangan dari mereka, maka saat itu pulalah kemenagnan berada di pihak tentara kita"
  3. Seorang presiden beranama Burgibah berkata, "Kita harus menjadikan wanita sebgai sasaran pertama. Lalu, merekalah sebgai perantara langkah kita. Karena itu, agama harus dijauhkan"
  4. Termuat dalam selebaran rahasia, "Tidak ada jalan yang tepat, kecuali bila gadis-gadis remaja muslimah kita jadikan umpan demi untuk perjuangkan bangsa ini. Karena dengan cara tersebut mereka akan lupa daratan dan lengah. Hipnotis dari rangsangan tubuh sangat mempengaruhi kekuatan (iman)"
  5. Glastoff, seorang yang ekstrim berkata, "Timur tidak akan pernah mempunyai peradaban yang rusak (tak bermoral), kecuali bila kaum wanitanya melepaskan jilbab dan AL-Qur'an yang merupakan pedoman hidupnya juga dijauhkan. Minuman keras, narkotik, dan perbuatan-perbuatan maksiat serta kemungkaran harus puloa dimasukkan kepada mereka, sehingga lenyaplah kekuatan spiritual islam dalam diri mereka"
  6. Seorang pemimpin kolonialis berkata, "Hanya daa dua hal yang dapat menghancurkan persatuan umat Muhammad, dan itu lebih baik daripada seribu meriam, yakni kesengan kepada harta (materi) dan pelampiasan hawa nafsu. Itulah yang akan dapata menenggalamkan mereka"
  7. Seorang missionaris berpendapat bahwa aktivitas seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya, baik dari tingkah laku, perbuatan maupun ucapan untuk anak yang berusia sampai sepuluh tahun merupakan hal yang sangat penting. Wanita adalah unsur pertama yang membentengi aqidah islam. Oleh karena itu, ikatan missionaris hendaknya memberikan perhatian khusus kepada kegiatan para muslimah, mengingat mereka merupakan saran penting untuk mempercepat program kristenisasi di negara-negara islam.
Membaca fakta-fakta itu saya jadi paham dengan propaganda yang muncul akhir-akhir ini, perempuan cantik itu yang putih (dan sekarang ditambah dengan putih korea -,-) cantik itu yang pake celana pendek (ini saya dapatkan dialog disebuah FTV), isu kesetaran gender, feminisme dll. Yuk, teman-teman kita tetap waspada, jangan sampai terpengaruh dengan bujuk rayu siapa saja yang mencoba menghancurkan islam dengan senjata perempuan. Cukuplah kita memperbaiki kualitas ibadah kita dengan sami'na wa atho'na sesuai  Al-Qur;an dan As Sunnah. Semoga kita diberikan kejernihan dalam berpikir agar kalimat-kalimat Al Qur'an bisa sampai kedalam hati kita dan tidak ada keraguan suatu apapun.
Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim. (QS. Al Ankabut:49)

wallahu a'lam 

Saturday, November 16, 2013

Tulisan 4 Juni 2013

Terbiasa random dan menuliskannya, dan tiba-tiba aku menemukan tulisan yang lumayan layak buat di publish...check this out :))


Berbicara tentang pernikahan, baik proses menuju pernikahan, saat berlangsung pernikahannya dan menjalani pernikahan memang sangat asyik untuk diobrolkan. Eits, bukan maksud galau yak, bagiku ngomongin tentang pernikahan adalah tentang bagaimana kesiapan kita menuju ke arah sana. Bagaimana kita bersiap melangkah ke kehidupan yang baru bersama orang baru yang mungkin belum kenal dengannya atau belum.
Hari ini mendapat sebuah cerita dari seorang saudara yang sudah bersuami dan beranak dua. Pernah nggak kita berpikir, “aku mau nikah karena ingin menjaga hati” buang jauh-jauh deh anggapan itu. Justru ketika kita menikah, kita harus lebih...lebih dan lebih jaga hati, inget nggak tentang hukuman bagi pezina, pelaku zina yang dua-duanya belum menikah hukumannya “hanya” rajam/cambuk 100x dan bisa diasingkan, sedangkan pelaku zina yang sudah menikah, hukumannya dirajam/dicambuk sampai mati. Nah, hukumannya lebih berat yang pelaku zina yang sudah menikah kan? Hukuman berat itu juga setara dengan beratnya perjuangan kita untuk melawan nafsu-nafsu buat nglakuin, pasti ada aja godaannya.
Jadi seriusan nih, nikah cuma buat jaga hati, godaannya gede loh?lebih gede daripada waktu masih single. Oh iya, mau nerusin cerita saudara tadi. Jadi gini ceritanya, mbak X (sebut saja begitu) sedang dilanda penyakit “mantan balik lagi”, sebenarnya bukan mantan sih, tapi mereka semacam HTS-an gitu (Hubungan Tanpa Status.red). Pertemuan pertama membawa mereka kembali menikmati nostalgia ketika mereka masih muda. Pertemuan itu pun berlanjut dengan bertukar kabar lewat SMS, setiap hari “mantan” mbak X selalu SMS, isi pesan tersebut ya seperti halnya remaja yang sedang dimabuk asmara (katanya sih). Beruntung mbak X memiliki pendirian yang kuat, tidak mudah tergoda dengan rayuan gombal “mantan”

Dari cerita itu sih, cuma bisa mengambil tiga pelajaran yang bisa diambil :
1. Hubungan dengan lawan jenis sebelum menikah itu memang berbahaya, serius BAHAYA!!! Itu adalah pintu datangnya orang ketiga, dia akan datang membawa berjuta-juta nostalgia indah bersama. Jadi masih mau pacaran sebelum menikah? Iya kalau beneran jadi nikah, kalau enggak? Kata mbak X, “setia itu adalah proses dalam pernikahan bukan dari pembelajaran ketika proses pacaran”
2. Terima suami apa adanya, terlebih dari kekurangannya, ingetin aja kebaikan-kebaikannnya biar nggak gampang tergoda
3. Jadi istri juga yang nyenengin, biar suami nggak gampang tergoda dengan yang lain ;p

Jadi, pengen cepet nikah atau ngeri buat nikah? Udah yang penting persiapannya yang matang, jadi buah yang matang di pohon, bukan buah yang butuh dierami dulu setelah dipetik. Persiapan yang lebih untuk mencoba berikhtiar lebih mencari jodoh, tetep yang terpenting prosesnya bukan hasilnya. 

Tuesday, November 12, 2013

Kematian : Sadar umur woy...

Baru kemarin aku bener-bener sadar bahwa usiaku kini semakin dekat dengan kematian, walaupun memang kapanpun kita harus ingat bahwa kita akan mati. Kemarin pagi aku mengikuti salah seorang yang sedang kultwit tentang kematia, setiap orang harus siap menuju kematian. Dan entah kenapa beberapa hari ini mendengar banyak berita kematian dan yang meninggal adalah orang yang umurnya nggak jauh-jauh dari aku. Walaupun berita-berita kematian itu aku dapatkan dari temannya temanku tapi entah kenapa ada sensasi beda waktu mendengarnya, inikah rasanya dzikrul maut.

Selalu ingat dengan nasihat-nasihat Ustadz Syatori bahwa hakikat hidup adalah menunggu dan persiapan menuju pulang. Dulu aku nggak begitu paham dengan kata-kata "pulang" itu, tapi sekarang sudah bisa menginterpretasikannya bahwa memang benar kata orang jawa "urip mung mampir ngombe" dan pada akhirnya kita akan pulang. Dan ketika pulang, apa yang akan kita bawa?

Ya Allah berikan aku sisa umur untuk memperbaiki diri.....

Tuesday, October 29, 2013

Addicted with Social Media

Sebenarnya lagi nggak konsen buat nulis lagi, otak sudah full  tapi belum pengen nulis itu sedih banget :'( karena deadline skripsi yang semakin dekat... Tapi nggak papalah nulis satu dulu aja...

Beberapa hari ini sering aku sedikit resah dengan salah satu hal yaitu addicted with social media. Sejak mengenal social media aku merasa tidak ingin lepas dari hal ini, apalagi ditambah dengan gadget yang kompatibel buat akses :(. Okey, melek dengan teknologi adalah salah satu prinsipku, tapi sungguh rugi ketika adiksi ini tidak menimbulkan manfaat namun malah mudhorot yang lebih besar. Aku tipikal orang yang pendiam ketika bertemu dengan orang-orang baru (terutama lagi lawan jenis) dan tetiba ketika aku mengenal satu social media, sebut saja twitter semua menjadi berubah. Aku membuat sebuah tagline di profil twitterku yaitu "Twitter hanyalah sebuah #monolog maka berkicaulah", yah ini yang membuat aku sering berkicau-kicau sendiri dengan random-nya. Follower yang masih sedikit membuat aku bisa banyak berkicau dengan random, tapi ketika semakin banyak, akan banyak juga yang menanggapinya, dan akan berakhir dengan geje.

Sekarang aku sadar bahwa nggak semuanya yang aku rasakan harus aku tumpahkan di social media, ada yang harus disimpan, direnungkan dan dipikirkan sendiri. Aku harus merubah paradigmaku bahwa twitter bukan lagi jadi tempat untuk ber-monolog, twitter bukan jadi tempat sampah karena semuanya akan terpantau oleh para follower.

Apa yang membuatku sadar?
Beberapa hari ini aku mengikuti beberapa kajian dan hampir semuanya nyentil  tentang bagaimana berkata dengan baik atau diam, bukan hanya di kajian tapi juga di liqo :(. Aku pun merenungi semua yang terjadi akhir-akhir ini, menjadi akrab dengan lawan jenis dan terkenal sebagai social media addict, itu semua nggak nyaman buat, adiksi baik kalau itu bermanfaat kalau malah nggak bermanfaat mending ditinggalkan atau memperbaikinya.

Ah, entah ini tulisan random keberapa, sebenernya aku nggak mau nulis ini tapi apa daya.

Bijaklah di Social Media, bukan lagi untuk galau, nge-random, modusin orang dll, carilah satu hal yang lebih bermanfaat

Wednesday, October 23, 2013

#MenujuS.Psi

Aku baru sadar kalau username ku di twitter ini menancap disetiap followerku... *dadahdadahsamafollower :))
Beberapa kali ketemu orang yang follow aku di twitter terus nyebutin username-ku entah itu kata2nya "semangat ya #MenujuS.Psi nya" atau "shiva yang #MenujuS.Psi kan?" dan lain-lain.

Sebenarnya waktu itu aku cuma random aja nulis username seperti itu,ya cuma biar lebih niat lagi ngerjain skripsi dan nggak terdistraksi sama hal yang lain. Aku juga sekaligus berharap do'q dari setiap orang yang membacanya,karen sadar tanpa do'a pun nggak akan selesai-selesai juga. Do'a dan ikhtiar itu menurutku berjalan beriringan dan karena aku yakin followerku shalih/shalihah maka aku beranikan diri bikin sensasi seperti itu :)

Awal-awal orang "ngeh" sama username-ku ya banyak banget ekspresinya,ada yg nanyain,ada yang ngecengin tapi ada juga yang ngikutin :). Akhirnya beberapa temen ngikut juga daaaan energi lulus ini semakin besar didalam keinginanku. Setiap hari tidak ada kata lepas dari buku bacaan skripsi (hmm sedikit lebay), yak tapi lumayanlah yaa...

Masih tetap berharap november ini aku bisa didadar...

#MenujuS.Psi
Bi idznillah :))

Saturday, October 19, 2013

Energi Kaos Tangan

Pagi itu,aku sedang memulai mencuci baju dan tiba-tiba Aisyah (housemate) menyodorkan kaos tangan sambil berkata "ini aku pinjemin buat kamu,tapi harus kamu pake november nanti,setelah itu aku ga kasih pinjam" Beneran shock denger kata housemate itu. Aku harus menyelesaikannya bulan ini, semacam tidak mungkin. Tapi energi kaos tangan itu mampu membuat aku bertahan sampai tengah malam untuk membaca,membaca dan membaca.

Selain membaca,tadi malam pun aku habiskan ngobrol dengan seorang teman tentang keluarga peradaban. Dia yang sudah bersuami pun begitu excited dengan catatan kuliah pra nikah dari temenku yang aku share via blog ini. Aaaah bahagianya punya sahabat satu visi :)

Pagi ini aku mendapatkan seorang sahabat yang tetiba curhat tentang adiknya. Banyak mendengar orang yang sedang cerita adalah salah satu skill yang sedang aku asah, karena sejatinya orang lebih senang didengar ketika ia sedang sedih. Disela-sela diselipkan satu kata sebagai pengingat dan saling mengingatkan.

Aaah sahabat...
Karena untuk mencari seorang teman kita nggak butuh memilih tapi untuk sahabat harus ekstra selektif, karena peer group sangat berpengaruh buat kita.

Semacam tulisan random

Catatan Kuliah Pranikah (PENTING:buat persiapan)

Hari ini ada satu seminar pernikahan dengan pembicara super keren,pasangan suami-istri yg menjadi praktisi keluarga, Ust. Cahyadi Takariawan dan Ustadzah Ida. Salah seorang teman, Widya Kumalasari, S.Ked dengan semangatnya membagi catatan  acara itu di grup. Akan ada 5bagian yang akan di share,biar enak catatan itu aku tulis lagi di blog ini :)

Simaaaaak....

Share premarital seminar 'RieSign' Married by design yg diadakan o/MCC (muslimah care community)
Pemateri: ust. Cahyadi takariawan dan usth. Ida nur laila

[Part I]

Pernikahan adalah gerbang utama utk mmbentuk keluarga dan keluarga adalah gerbang utama terbentuknya peradaban. Ada sebuah posting yg ramai di whatsapp dll, 'copas dr sebelah, copas dr sebelah' begitu ramainya istilah ini sampai ada buku yg berjudul 'copas dr sebelah' yg berisi tulisan2 inspiratif yg entah ditulis oleh syp pd awalnya yg di copas dari sebelah.. Ada slh satu tulisannya yg bjudul 'persamaan sepatu dg pernikahan', sepatu dan pernikahan itu sama2 harus sepasang, tapi berbeda, yakni kanan dan kiri, laki-laki dan perempuan. Seumur hidup akan berbeda seperti itu. Pernikahan tdk lantas membuat qt sama dalam segala hal. Bayangkan kalau sepatu kanan dan kiri langkahnya sama, ya tdk bs. Harus ad yg melangkah duluan di depan, dst. Tdk bs 'berjalan berbarengan'. Pun qt katakan rumah tangga itu harmonis bukan krn sama, tp krn bs saling memahami, menghargai, melengkapi, menghormati, di atas semua perbedaan yg ada. Harmonis itu sendiri adlh pengakuan adanya perbedaan bukan?

Saya pun (pak cah-red) membuat tulisan yg bjudul 'perbedaan sepatu dg pernikahan', salah satunya yakni bab 'selera'. Memakai dn memilih sepatu itu kan bergantung selera. Acara formal pakai sepatu formal, pesta pakai sepatu pesta, dst. Tp menikah bukan masalah selera! Bukan masalah pengen ga pengen, tp ini adlh kewajiban agama! Anda pengen ga pengen itu ga penting!

Data dr BKKBN menyebutkan ada 2jt org menikah setiap tahun dan ada 200rb perceraian yg terjadi setiap tahun dan perceraian tersebut didominasi oleh gugatan cerai dr istri. Jika menikah adalah soal selera, maka anda akan punya istri utk formal, istri utk olahraga, istri utk pesta, istri utk politik, dst. Istri minta dicerai tp suaminya tdk mau. Suami maunya istri membiarkan dia nakal tp tdk dicerai. Sehingga bs dipahami knp gugatan cerai didominasi dr istri. Ini jika menikah itu krn 'selera'.

Tp sekali lg, menikah bukan soal selera! Agama menyuruh qt utk menikah! Ini bukan masalah pengen ga pengen, ini masalah peradaban! Anda mau membangun peradaban atau tidak??

Share premarital seminar 'RieSign' Married by design yg diadakan o/MCC (muslimah care community)
Pemateri: ust. Cahyadi takariawan dan usth. Ida nur laila

[Part II]

Skg coba qt bygkan jika kecenderungan qt kpd pasangan jenis, sy menyebutnya pasangan jenis bukan lawan jenis krn ingat! Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan bukan berlawan-lawanan. Jika anda menganggap pasangan jenis qt adalah lawan jenis selamanya anda akan berantem dg istri anda krn anda mengamggapnya bukan sbg pasangan tp sbg lawan. Jika kecenderungan qt kpd pasangan jenis ini qt bawa ke dua titik ekstrim. Yg pertama qt bunuh. Yg memamg sudh dijalankan ajaran agama tertentu dimana utk mencapai kesucian maka tdk boleh ada pernikahan. Maka apa yg terjadi? Qt lihat kasusnya anastasia maria. Beliau adalah seorang suster di sebuah gereja yg acapkali mengalami pelecehan seksual oleh para pendeta. Saat ia membuat pengakuan dosa kpd pendeta, ketika usai pengakuan dosa suster yg lain hanya dikecup keningnya, ia oleh pendeta tersebut malah diajak nikah. Ia pun bingung, bukankah ajaran qt tdk memperbolehkan menikah? Jawab pendeta itu, itu hanya omong kosong! Betapa banyak org spt qt dluar sana yg akhirnya keluar dr kehidupan spt ini, menikah dn menjadi keluarga spt yg lain.

Bahkan di semarang ada suatu yayasan yg memang diperuntukkan tempat 'penitipan' bayi2 hasil hubungan pendeta2 dan suster2 di gereja2. Kebetulan pengelolanya jg msh saudara dg saya (pak cah)

Pun jika kita letakkan kecenderungan td pd titik ekstrim yg satunya, qt bebaskan sebebas-bebasnya apa yg terjadi? Kerusakan juga! Betapa banyak skg praktek aborsi, bahkan utk di jogjakarta sendiri, sudah banyak sekali. Ada yg murah dr 600rb sampai yg 5jt ada di sini. Betapa dosa2 bertumpuk-tumpuk itu, dosa zina dan dosa membunuh.

Nah, islam kemudian datang dg seperangkat aturannya utk kemudian menempatkan kecenderungan ini pd tempatnya. Yaitu dengan menikah dan membangun rumah tangga.

Membangun rumah tangga sendiri bisa kita ibaratkan bapaknya sbg pilot, ibu sbg co pilot dn anak2 penumpangnya. Dmana jika pilot atau co pilot bermasalah bisa membahayakan penumpangnya.

Keluarga jg adalah percontohan kecil dari umat. Bahkan seorang plato dan aristoteles pun mengasumsikan pendidikan anak2 itu serupa dengan tabiat negara. Dimana jika ada ketaatan dlm institusi keluarga maka akan terwujud ketaatan pd hal2 yg lbh besar linkupnya. Keluarga itu adlh negara mini. Jika kita ingin memimpin negara, membangun peradaban, harus sukses dulu memimpin keluarga.

Jadi kuliah pra nikah itu sejatinya adalah kuliah peradaban.

Baru ini aja tulisan yang bisa dibagi di blog ini...nantikan selanjutnya...

Wednesday, October 16, 2013

Teh Ustadz

Aku lupa tepatnya beberapa bulan atau mungkin setahun yang lalu, ada satu kajian rutin di hari rabu pagi. Kajian ini adalah bagian dari follow up untuk alumni DS VI yang membahas materi-materi akidah. Setiap ba'da Shubuh atau bahkan sebelum shubuh kami melakukan persiapan dari setting tempat (karena belum ada tempat menetap), sound system dan teh untuk ustadz.

Pagi itu, aku mendapatkan giliran untuk membuatkan teh untuk ustadz. Setelah shalat shubuh aku langsung ke dapur, nyalain kompor, masak air dan sambil menunggu matang aku pun bersiap-siap ke kelas. Teh ustadz pun selesai aku buat, aku taruh di meja ustadz sebelum beliau datang. Di tengah materi, ustadz pun "mencicipi" teh yang aku buat dan tiada terduga ustadz memujinya. Ustadz mengatakan bahwa beliau suka dengan teh yang masih panas dan manisnya pas, ustadz pun menanyakan siapa yang membuatnya dengan malu-malu aku pun mengangkat tangan dan mengatakan "saya ustadz".

Pujian yang diberikan ustadz membuat teman-temanku menyerahkan tugas membuat teh padaku untuk pekan berikutnya. Entah kenapa teh yang aku buat hari itu tidak seenak biasanya, kemudian ustadz mempertanyakan niatku. Ustadz mengatakan bisa jadi kemarin memang niatku hanya membuatkan teh namun niat berikutnya bisa jadi karena ingin dipuji. astaghfirullahal adzhim

Peristiwa itu terngiang-ngiang lagi dalam pikiranku, aku teringat pada pujian yang akhir-akhir ini datang dari orang-orang yang membaca blog ini. Saat awal-awal bikin blog, aku memang murni untuk belajar nulis dan membuang sampah pikiran dalam blog ini, tapi setelah pujian-pujian itu datang, aku pun tidak se produktif biasanya. Aku biasa dalam satu hari nulis satu atau dua kali tulisan, tapi dua hari ini aku benar-benar blank dan nggak tau apa yang ingin aku tulis.

Mungkin karena niatku tidak seperti dulu

Monday, October 14, 2013

Tulisan tentang Pernikahan #BukanKode :)

Iseng kembali membuka catatan fiqh munakahat jaman masih nyantri di DS. Materinya sih hampir sama kayak materi-materi yg dari SD sampai kuliah kita dapatkan di mata pelajaran agama tapi penyampaian yg berbeda. Mendapatkan materi pernikahan disaat masa-masa galau itu memang butuh cara tersendiri untuk menyampaikannya dan abi Syatori (yang kadang dibantu ummi Syatori) berhasil menyampaikan tanpa meninggalkan perasaan galau segera menikah. Kita malah menjadi semakin takut menikah karena merasa belum pantas dengan persiapan yang belum matang seperti ini.

Abi menyampaikan materi mukadimahnya dengan menjelaskan menikah itu berarti ujian. Layaknya ujian,kita haru mempersiapkannya dengan banyak-banyak belajar. Setelah menikah akan keliatan yang sudah dewasa atau masih "anak-anak". Menikah disebut ujian ketika kita melihat motif dari masing-masing individu,ingin atau butuh. Ketika motif menikah hanya karena ingin,mupeng karena temen-temen atau bahkan adik kelas yang udah nikah duluan. Nikah sebagai ujian itu ketika motif kita adalah berjuang, waktu ditawari mimik kita bener-bener kayak dikasih tahu ada ujian dadakan esok hari.

Selain motif menikah,ada lagi yang harus diperhatikan. Seorang muslimah sudah butuh/ pantas menikah (tidak bergantung umur)  kepantasan itu bisa dilihat dari :

1. Hubungan ia dengan orang tuanya »»  seorang muslimah yang pantas menikah adalah ia yang sudah LULUS MENJADI ANAK SHOLIHAH, bagaimana tawaadhunya kepada orang tua hingga sampai mendapatkan keridhoan orang tua. Menikah bukan perkara pernikahan antara ikhwan dan akhwat namun menjadi jembatan silaturahim antara dua keluarga.

2. Muslimah sudah menyadari sepenuhnya bahwa nikah adalah jihad baru. Kalau jihad berarti memasuki dunia yang susah, yang berujung menyenangkan ketika berjuang.

Dua poin kepantasan yang cukup berat untuk dicapai,oleh karena itu keputusan menikah juga bukan main-main. Apalagi pertanyaan kapan menikah? Itu juga bukan pertanyaan mainan, efeknya bisa bermacam-macam loh...

Pernikahan itu sejatinya tentang kapan takdir itu bisa sampai pada diri ini. Kapan Allah menyatakan pantas/tidaknya menikah. Bagi yang belum menikah atau belum bertemu jodohnya ya nggak usah galau, cukup perbaiki diri dan tingkatkan keimanan. Gusti Allah mboten sare...

Masih galau jodoh? Galau sama kekurangan kita aja dulu...

Semangat memperbaiki diri dan jemput jodoh dengan ridhoNya :))

Saturday, October 12, 2013

Beratnya Orang Tua Menjaga Anak Perempuannya

"Nanti ketemu langsung aja ditempat,nggak usah nunggu di jalan...bahaya buat anak perempuan" begitu pesan ibu kemarin siang.

Kemarin siang,saudaraku ada yang nikahan. Kebetulan saudaraku ini orang jogja, bapak-ibu berangkat dari rumah dan aku berangkat dari jogja. Ibu berpesan seperti diatas,ketemu langsung saja dirumah saudara,jangan ketemu di jalan. Pesan ini bukan sekali saja aku dapatkan dari bapak dan ibu. Bapak juga termasuk yang mempermasalahkan ketika anak perempuannya harus janjian dijalan dengan yang lain. Kalaupun memang terpaksa,bapak akan datang lebih awal untuk menunggu,misalnya ketika menjemputku di halte kalau aku pulang naik angkutan umum.

Begitu beratnya orang tua menjaga anak perempuannya. Anak perempuan merupakan penentu masuk syurga bapaknya. Ketika anak perempuan tidak bisa menjaga dirinya maka ia juga bisa memcelakakan orang tuanya terutama bapak.

Begitu beratnya orang tua menjaga anak perempuannya, namun coba hitung berapa anak perempuan yang mau menjaga dirinya. Coba hitung berapa anak perempuan yg mau berhijab sesuai tuntunan syar'i.
Tadi malam juga aku mendatangi sebuah warung susu terkenal di jogja, kalau lagi jam-jam rame bisa kehabisan kursi dan masuk waiting list. Karea malam ahad,jadilah tetep harus masuk waiting list bareng serombongan cewek-cewek bercelana pendek. Paha-paha mereka jajakan, kalau kata ungkapan anak sekarang, bahkan paha-paha restoran cepat saji lebih mahal dari paha-paha cewek sekarang. Astaghfirullahal adzim.

Adakah dari perempuan-perempuan itu (begitu juga dengan saya) yg masih ingat orang tua ketika melakukan pelanggaran-pelanggaran itu. Padahal orang tua sudah begitu berat menjaga anak-anak perempuannya. Lalu apa yang akan kita berikan untuk orang tua?materi duniawi?
Sungguh itu tak cukup kawan...Syurgalah yang cocok dan cukup untuk mereka...
Rabbanaa hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a'yunn waj alna lil muttaqi na imama...

Menikmati dengan Cara Sendiri

Entah kenapa saya selalu tidak bisa menikmati acara  nonton sepak bola. Dulu waktu SD,saat salah satu teman bisa menarik hati seorang guru dengaan berita bola dan aku iri dengan temanku itu. Aku pun mencoba menonton pertandingan sepakbola dan gagal karena ketiduran. Begitulah, aku selalu bilang kalau aku bukan anti sepakbola, namun memang belum bisa saja menikmati pertandingan sepak bola.

Suatu saat aku ditanya oleh seorang kawan mengenai kegemaran menonton/main sepak bola. Aku pun menjawab dengan kalimat seperti diatas, "aku bukan anti sama sepak bola, namun aku memang belum bisa menikmati pertandingan sepak bola". Aku juga menghargai siapapun yang memang punya hobi main/nonton sepak bola,  nikmatilah ketika kalian merasa bahwa hal itu bermanfaat dan mengajak ke Syurga :)

Dulu pun aku tidak bisa menikmati karena memang Indonesia belum punya pemain yang setangguh sekarang tetapi entahlah sekarang masih juga belum bisa menikmati. Aku dan keluargaku juga memang bukan penyuka sepak bola. Entahlah apa yang ada dipikiran orang tua karena mereka sama sekali tidak mengajarkan kami untuk menjadi penyuka beberapa tontonan.

Aku menikmati dengan caraku sendiri, ketika beberapa orang mengatakan bahwa sepak bola juga bisa buat sarana dakwah dan bagiku masih banyak juga sarana-sarana yang lain. Sekali lagi monggo bagi yang suka bola dan memilihnya sebagai sarana dakwah :). Aku juga mengikuti berita bola ya ala kadarnya aja sih kalau misal diajak ngobrol nyambung, itu aja udah cukup. Menurutku dengan para subjek dakwah kita yang penting sih nyambung aja diajak ngobrol, lama-lama akrab dan mulailah disisipkan apa-apa yang akan kita tularkan.

Tulisan ini bukan untuk perang argumen karena masih banyak urusan umat lain yang harus kita kerjakan.

selamat pagi, selamat sahur dan selamat berjumpa denganNya dalam sujud-sujud sepertiga malam :')

Aku, Mbakku dan "Proses" Kami

Menjadikan kakak sebagai musuh bebuyutan itu sudah sangat #mainstream...tapi menjadikan kakak sebagai partner diskusi dan saling menyisipkan ideologi itu baru #antimainstream.

Aku dan mbakku berjarak 8tahun,dulu waktu masih kecil jarak itu berasa sangat jauh. Aku sering ga dibolehin mbak ikutan main sama dia dan peer groupnya. Tapi semua berakhir ketika aku beranjak remaja dan mbak pun suda mulai dewasa. Kami jadi sering curhat dan mbak pun mulai mencuci otakku dengan "ideologi"nya.

Begitu banyak peran mbak buat hidupku ini. Momen pertama adalah ketika ia memberi saran agar aku daftar sekolah di SMP2 Temanggung,salah satu SMP favorit di kotaku ini. Aku waktu itu sangat polos, sampai aku ga paham apa arti SMP favorit itu :)). Dari kenaikan kelas6 aku sudah mulai dipersiapkan mbakku,ia juga mengantarkanku mencari info bimbel yg terbaik saat itu. Akhirnya aku memutuskan masuk bimbel primagama. Fase itu aku namakan anak desa yang mencoba menjadi anak kota. Aku yg pemalu dan polos harus mulai bergaul dengan anak-anak kota dari SD-SD ternama di kota.

Alhamdulillah aku bisa lulus dari SD dengan nilai yang sangat memuaskan,nilai rata-rata 9,... bisa aku capai. Dan akhirnya aku bisa diterima di SMP 2 Temanggung. Fase ini pun tetap aku beri judul anak desa yang mencoba menjadi anak kota jilid2. Beranjak remaja merupakan satu tahap krisis identitas dan aku pun harus melaluinya.

Aku ingat,waktu SMP aku pernah merayakan valentine day bareng teman-teman SMP. Aku dan teman se gank merayakannya dengan saling tukar kado ya cuma sebagai ungkapan kasih sayang saja. Waktu itu aku minta mbakku buat nganterin cari kado,mbak pun mau nganter dan kasih masukan kado yang bagus.

Pasca valentine day itu,tiba-tiba mbak pulang pas weekend karena dia dulu tinggal di asrama dan membawa buku jangan jadi bebek kado remaja dari O.Solihin. Salah satu bab yg dibahas pun ada tentang sejarah valentine day...jedeeeeer... Valentine day tahun itu menjadi pertama dan terakhir kalinya aku merayakannya. Aku begitu terkesan dengan cara mbak mengingatkanku.

Selain valentine day,mbakku juga berhasil memberi pengertian ttg nggak pentingnya pacaran. Setiap malam menjelang tidur aku curhat dengan mbakku. Waktu itu masih jamannya naksir-naksir dan tembak-menembak. Aku cerita aku sedang naksir siapa dan aku pun terbuka bercerita siapa yang menyatakan cinta denganku kepada mbakku. Saat itu dimulailah pencucian otak itu, entah apa yg membuatku untuk memutuskan nggak akan pacaran sejak SMP. Keputusan itu juga mempengaruhi sikapku terhadap lawan jenis, tak heran banyak yang sungkan denganku dan beberapa mengatakan aku galak...hahaha

Ah...mbakku sayang...
Sekarang ia sudah menjadi ibu dari hampir 3anak. Dia sedang hamil anak ketiganya dan cucu kelima untuk bapak. Diskusi-diskusi kami pun semakin seru dari mulai parenting,keluarga,pernikahan sampai problem-problem sosial di lingkungan sekitar.

Kami berdua memiliki satu kesamaan yaitu suka membaca. Jadi ketika saling mengingatkan pun kami tak bertegur lewat lisan-lisan kami,tapi cukuplah saling bertegur lewat buku. Harmonis dan romantis kan?haha

Tapi bukan berarti kami nggak pernah berantem. Seringkali ada cekcok-cekcok kecil karena ego masing-masing,tapi beberapa bulan yang lalu kami bertengkar hebat. Dan berakhir dengan satu hikmah bahwa kami memang masih banyak kekurangan. Aku pun menurunkan egoku dan meminta maaf dengan membawa satu bungkus kupat tahu untuknya. Aku nggak sadar kok aku bisa melakukan itu,padahal aku termasuk orang yang cuek tingkat tinggi. Begitulah Allah mengikat hati kami.

Hari ini kami akan bertemu, aku diminta jemput mbak dari tempat kerja dan mengantarkannya membeli memory card untuk handphonenya. Mbak bilang "mau diisi murottal".

Subhanallah...mohon do'anya untuk kami dan keluarga agar tetap istiqomah melakukan peningkatan keimanan dan menjadi lebih baik :)

Ditulis ketika menanti bapak-ibu yang sedang bercengkrama dengan Allah melalui kitabNya.

Lebih Memilih jadi Pemimpin Kultural drpd Struktural

Hari-hari ini desa lagi sibuk menyiapkan pesta demokrasi...pemilihan kepala desa....

Hmm..ternyata rame juga karena tiap wakil2 dusun ada yag mewakilkan. Dari sinilah kekompokan tiap dusun diuji...hehe

Beberapa bulan yang lalu sebenarnya desas desus bapak mau nyalon udah menyebar. Bapak udah dipinang dari beberapa dusun untuk maju mencalonkan menjadi kepala desa. Yah,emang bapakku memang juara dunia,beliau di desa sudah bisa dibilang sesepuh,kyai dan lain-lain (sayangnya anak-anaknya blm bs mewarisi kharisma beliau). Bapak pun sudah mint ijin anak-anaknya...kami pun kompak mengijinkan asal ga ada duit yg keluar buat menyuap...cuma itung2 mengukur seberapa kharismatik bapak tetapi akhirnya urung karena ada orang lain yang mau majudari dusunku juga. Orang itu pun juga termasuk orang deket bapak dan sudah sepatutnya bapak mendukung beliau.

Huft,aku tau...keputusan itu bapak ambil karena mungkin memilih menjadi pemimpin kultural daripada struktural yang mungkin lebih mudah untuk bergerak.

Bapak...you are my inspirator...

Friday, October 11, 2013

[Repost] Mencintai Penanda Dosa

Entah kenapa, tulisan yang baru aku baca beberapa hari yang lalu masih saja terngiang-ngiang "ah, Syurga itu masih sangat jauh" begitulah ustadz Salim A Fillah mengulang-ngulang kalimat ini dalam tulisannya.

http://www.hidayatullah.com/read/2013/05/07/139/mencintai-penanda-dosa

Mencintai Penanda Dosa

“Ah, surga masih jauh.” 
Setelah bertaburnya kisah kebajikan, izinkan kali ini saya justru mengajak untuk menggumamkan keluh syahdu itu dengan belajar dari jiwa pendosa. Jiwa yang pernah gagal dalam ujian kehidupan dariNya. Mengapa tidak? Bukankah Al Quran juga mengisahkan orang-orang gagal dan pendosa yang berhasil melesatkan dirinya jadi pribadi paling mulia? 
Musa pernah membunuh orang. Yunus bahkan sempat lari dari tugas risalah yang seharusnya dia emban. Adam juga. Dia gagal dalam ujian untuk tak mendekat pada pohon yang diharamkan baginya. Tapi doa sesalnya diabadikan Al Quran. Kita membacanya penuh takjub dan khusyu’. “Rabb Pencipta kami, telah kami aniaya diri sendiri. Andai Kau tak sudi mengampuni dan menyayangi, niscaya jadilah kami termasuk mereka yang rugi-rugi.” Mereka pernah menjadi jiwa pendosa, tetapi sikap terbaik memuliakan kelanjutan sejarahnya. 
Kini izinkan saya bercerita tentang seorang wanita yang selalu mengatakan bahwa dirinya jiwa pendosa. Kita mafhum, bahwa tiap pendosa yang bertaubat, berhijrah, dan berupaya memperbaiki diri umumnya tersuasanakan untuk membenci apa-apa yang terkait dengan masa lalunya. Hatinya tertuntun untuk tak suka pada tiap hal yang berhubungan dengan dosanya. Tapi bagaimana jika ujian berikut setelah taubat adalah untuk mencintai penanda dosanya? 
Dan wanita dengan jubah panjang dan jilbab lebar warna ungu itu memang berjuang untuk mencintai penanda dosanya.
“Saya hanya ingin berbagi dan mohon doa agar dikuatkan”, ujarnya saat kami bertemu di suatu kota selepas sebuah acara yang menghadirkan saya sebagai penyampai madah. Didampingi ibunda dan adik lelakinya, dia mengisahkan lika-liku hidup yang mengharu-birukan hati. Meski sesekali menyeka wajah dan mata dengan sapu tangan, saya insyaf, dia jauh lebih tangguh dari saya. 
“Ah, surga masih jauh.”
Kisahnya dimulai dengan cerita indah di semester akhir kuliah. Dia muslimah nan taat, aktivis dakwah yang tangguh, akhwat yang jadi teladan di kampus, dan penuh dengan prestasi yang menyemangati rekan-rekan. Kesyukurannya makin lengkap tatkala prosesnya untuk menikah lancar dan mudah. Dia tinggal menghitung hari. Detik demi detik serasa menyusupkan bahagia di nafasnya.
Ikhwan itu, sang calon suami, seorang lelaki yang mungkin jadi dambaan semua sebayanya. Dia berasal dari keluarga tokoh terpandang dan kaya raya, tapi jelas tak manja. Dikenal juga sebagai ‘pembesar’ di kalangan para aktivis, usaha yang dirintisnya sendiri sejak kuliah telah mengentas banyak kawan dan sungguh membanggakan. Awal-awal, si muslimah nan berasal dari keluarga biasa, seadanya, dan bersahaja itu tak percaya diri. Tapi niat baik dari masing-masing pihak mengatasi semuanya. 
Tinggal sepekan lagi. Hari akad dan walimah itu tinggal tujuh hari menjelang, ketika sang ikhwan dengan mobil barunya datang ke rumah yang dikontraknya bersama akhwat-akhwat lain. Sang muslimah agak terkejut ketika si calon suami tampak sendiri. Ya, hari itu mereka berencana meninjau rumah calon tempat tinggal yang akan mereka surgakan bersama. Angkahnya, ibunda si lelaki dan adik perempuannya akan beserta agar batas syari’at tetap terjaga.
“’Afwan Ukhti, ibu dan adik tidak jadi ikut karena mendadak uwak masuk ICU tersebab serangan jantung”, ujar ikhwan berpenampilan eksekutif muda itu dengan wajah sesal dan merasa bersalah. “’Afwan juga, adakah beberapa akhwat teman Anti yang bisa mendampingi agar rencana hari ini tetap berjalan?”
“Sayangnya tidak ada. ‘Afwan, semua sedang ada acara dan keperluan lain. Bisakah ditunda?”
“Masalahnya besok saya harus berangkat keluar kota untuk beberapa hari. Sepertinya tak ada waktu lagi. Bagaimana?” 
Akhirnya dengan memaksa dan membujuk, salah seorang kawan kontrakan sang Ukhti berkenan menemani mereka. Tetapi bi-idzniLlah, di tengah jalan sang teman ditelepon rekan lain untuk suatu keperluan yang katanya gawat dan darurat. “Saya menyesal membiarkannya turun di tengah perjalanan”, kata muslimah itu pada saya dengan sedikit isak. “Meskipun kami jaga sebaik-baiknya dengan duduk beda baris, dia di depan dan saya di belakang, saya insyaf, itu awal semua petakanya. Kami terlalu memudah-mudahkan. AstaghfiruLlah.” 
Ringkas cerita, mereka akhirnya harus berdua saja meninjau rumah baru tempat kelak surga cinta itu akan dibangun. Rumah itu tak besar. Tapi asri dan nyaman. Tidak megah. Tapi anggun dan teduh.
Saat sang muslimah pamit ke kamar mandi untuk hajatnya, dengan bantuan seekor kecoa yang membuatnya berteriak ketakutan, syaithan bekerja dengan kelihaian menakjubkan. “Di rumah yang seharusnya kami bangun surga dalam ridhaNya, kami jatuh terjerembab ke neraka. Kami melakukan dosa besar terlaknat itu”, dia tersedu. Saya tak tega memandang dia dan sang ibunda yang menggugu. Saya alihkan mata saya pada adik lelakinya di sebalik pintu. Dia tampak menimang seorang anak perempuan kecil. 
“Kisahnya tak berhenti sampai di situ”, lanjutnya setelah agak tenang. “Pulang dari sana kami berada dalam gejolak rasa yang sungguh menyiksa. Kami marah. Marah pada diri kami. Marah pada adik dan ibu. Marah pada kawan yang memaksa turun di jalan. Marah pada kecoa itu. Kami kalut. Kami sedih. Merasa kotor. Merasa jijik. Saya terus menangis di jok belakang. Dia menyetir dengan galau. Sesal itu menyakitkan sekali. Kami kacau. Kami merasa hancur.” 
Dan kecelakaan itupun terjadi. Mobil mereka menghantam truk pengangkut kayu di tikungan. Tepat sepekan sebelum pernikahan. 
“Setelah hampir empat bulan koma”, sambungnya, “Akhirnya saya sadar. Pemulihan yang sungguh memakan waktu itu diperberat oleh kabar yang awalnya saya bingung harus mengucap apa. Saya hamil. Saya mengandung. Perzinaan terdosa itu membuahkan karunia.” Saya takjub pada pilihan katanya. Dia menyebutnya “karunia”. Sungguh tak mudah untuk mengucap itu bagi orang yang terluka oleh dosa. 
“Yang lebih membuat saya merasa langit runtuh dan bumi menghimpit adalah”, katanya terisak lagi, “Ternyata calon suami saya, ayah dari anak saya, meninggal di tempat dalam kecelakaan itu.”
“SubhanaLlah”, saya memekik pelan dengan hati menjerit. Saya pandangi gadis kecil yang kini digendong oleh sang paman itu. Engkaulah rupanya Nak, penanda dosa yang harus dicintai itu. Engkaulah rupanya Nak, karunia yang menyertai kekhilafan orangtuamu. Engkaulah rupanya Nak, ujian yang datang setelah ujian. Seperti perut ikan yang menelan Yunus setelah dia tak sabar menyeru kaumnya. 
“Doakan saya kuat Ustadz”, ujarnya. Tiba-tiba, panggilan “Ustadz” itu terasa menyengat saya. Sergapan rasa tak pantas serasa melumuri seluruh tubuh. Bagaimana saya akan berkata-kata di hadapan seorang yang begitu tegar menanggung semua derita, bahkan ketika keluarga almarhum calon suaminya mencampakkannya begitu rupa. Saya masih bingung alangkah teganya mereka, keluarga yang konon kaya dan terhormat itu, mengatakan, “Bagaimana kami bisa percaya bahwa itu cucu kami dan bukan hasil ketaksenonohanmu dengan pria lain yang membuat putra kami tersayang meninggal karena frustrasi?” 
“Doakan saya Ustadz”, kembali dia menyentak. “Semoga keteguhan dan kesabaran saya atas ujian ini tak berubah menjadi kekerasan hati dan tak tahu malu. Dan semoga sesal dan taubat ini tak menghalangi saya dari mencintai anak itu sepenuh hati.” Aduhai, surga masih jauh. Bahkan pinta doanya pun menakjubkan. 
Allah, sayangilah jiwa-jiwa pendosa yang memperbaiki diri dengan sepenuh hati. Allah, jadikan wanita ini semulia Maryam. Cuci dia dari dosa-dosa masa lalu dengan kesabarannya meniti hari-hari bersama sang buah hati. Allah, balasi tiap kegigihannya mencintai penanda dosa dengan kemuliaan di sisiMu dan di sisi orang-orang beriman. Allah, sebab ayahnya telah Kau panggil, kami titipkan anak manis dan shalihah ini ke dalam pengasuhanMu nan Maha Rahman dan Rahim. 
Allah, jangan pula izinkan hati kami sesedikit apapun menghina jiwa-jiwa pendosa. Sebab ada kata-kata Imam Ahmad ibn Hanbal dalam Kitab Az Zuhd yang selalu menginsyafkan kami. “Sejak dulu kami menyepakati”, tulis beliau, “Bahwa jika seseorang menghina saudara mukminnya atas suatu dosa, dia takkan mati sampai Allah mengujinya dengan dosa yang semisal dengannya.”

Jaga Lisan..cukupkah?

" Aku ingin diam, bukan berarti ingin menjadi pendiam, hanya ingin menjaga lisan dari kesia-siaan"


Aku kembali teringat dengan obrolan salah seorang teman, ketika dia tiba-tiba cerita tentang tak pandainya dia mengungkapkan sesuatu dengan tulisan. Akhirnya teman ini memutuskan untuk keluar dari grup di whatsapp karena dia ingin menjadi orang pendiam. Aku pun mendapatkan inspirasi prolog diatas, bukan untuk menjadi pendiam, hanya ingin menjaga lisan dari kesia-siaan.

Nasihat dari Ummi-Abi di pesantren pun kembali terngiang-ngiang di kepala..."apakah semua aktivitas kita bernilai Syurga"...argh, sungguh benar kata ustadz Salim kalau "Syurga masih jauh"...seringkali amalan-amalan kita melenakan, baru aja ngelakuin satu amalan aja udah pede bakal masuk Syurga kemudian lalai menghindari kesia-sian yang lain.

Sesuai dengan judul, aku ingin mencoba menasihati diri sendiri, cukupkah menjaga lisan?

Kita pasti sadar, bahwa kita sekarang berada di jaman dengan menjamurnya social media...  Dan ternyata kita ketambahan lisan lagi yang harus dijaga, bukan lagi lisan yang menempel di bagian tubuh kita, tapi lisan yang juga menempel di gadget kita. Kadang karena kita nggak berhadapan langsung face to face kita jadi enak aja ngomongin, ngecengin (misalnya: cie..cie...), komen, dll. Mungkin dari beberapa kita, alah, social media ini...tapi inget tetap ada hati yang sensitif menerimanya.

Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًايُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenengan yang besar” [Al-Ahzab : 70-71]


Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6475 dan Muslim dalam kitab Shahihnya no. 74 meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda.

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam”


Jadi, mari kita ingat ya teman-teman, ternyata sekarang kita punya banyak (bentuk) lisan...bukan hanya di muka aja, tapi bisa lewat social media yang kita punya...berpikir kembali, apa manfaat dari yang kita postingkan...kalau cuma mau galau-galau cukup diungkapkan di buku-buku harian kita atau curahkan pada teman dekat kita. Jangan sampai juga budaya pamer kita anggap lumrah ketika semua itu ada di social media, abis ngelakuin amalan inilah, abis ngelakuin kebaikan itulah...huft, dan sadarlah masihkah ada ikhlas dihati?

Tetap update dengan teknologi namun jangan sampai melenakan dan melalaikan kita dengan dosa-dosa kecil yang akhirnya nanti akan menjadi besar...



ditulis setelah melakukan sebuah kekhilafan
berharap ini menjadi satu pelajaran :))

Baraakallahu lakumma

Baraakallahu lakumma wa barak alaikuma wajama'a bainakumma fi khair......


Akhwat itu menyapaku dengan lembut, sapaan "ukhti" yang sangat ringan dan menyejukkan. Yah, empat tahun yang lalu aku berjumpa dan mengenalnya dalam satu ruangan, kamar kami yang akan kami tempati kurang lebih 1 tahun. Namanya Ari Mami, sungguh pertama kali denger namanya agak aneh dan aku mencoba menanyakan artinya. Dia pun menjelaskan dengan panjang lebar, walaupun sekarang aku juga sudah lupa apa artinya.

Asrama kami memfasilitasi setiap kamar dengan dipan tingkat, kami pun membuat kesepakatan siapa yang tidur di atas dan siapa yang dibawah. Satu kata yang masih asing di telingaku selalu keluar dari mulutnya "tafadhol, ukh". Huft, saat itu aku baru ngeh kalo artinya kurang lebih "terserah" dimana kata itu akan keluar dari seorang saudara yang sudah mulai itsar. Kami berdua baru kenal dan dia pun sudah mulai itsar dengan teman sekamarnya, oh ini lah yang dinamakan ukhuwah.

Satu tahun bersama dalam satu kamar, aku banyak sekali belajar dari dia sekaligus membantu aku mengenal lebih dalam tentang tarbiyah. Aku memang baru mulai mengenal tarbiyah sejak masuk asrama itu bahkan dalam tataran hizb. aaah...Ari Mami, terimakasih atas pelajaran ukhuwah itu...dan tiba saatnya kamu harus membina ukhuwah dengan seorang yang mungkin baru kamu kenal, yang akan memimpin keluarga kecilmu dan membimbing sampai SyurgaNya...

sekali lagi Baraakallahu lakumma wa barak alaikuma wajama'a bainakumma fi khair......semogaa menjadi keluarga samara sampai Syurga :*

Wednesday, October 9, 2013

[Bukan] Penganut Behaviorisme

Tetiba malam-malam aku mendapat satu inspirasi untuk menulis, bukan karena Pavlov terus jadi inget Behaviorism apalagi Freud...ehhehe

Beberapa hari yang lalu seorang junior pernah menanyakan kepadaku
“ Mbak, kalau di DS harus berprestasi dan ikut-ikut lomba nggak sih?”
“Ya boleh dong, tapi ya memang nggak ada patokan”

Mendadak memori itu memutar kembali saat-saat berada di Rumah Cahaya itu, rumah yang sangat banyak ukirannya dalam hidupku. Empat tahun yang lalu, aku menapakkan kaki disebuah rumah yang akhirnya biasa kami sebut Rumah Cahaya, waktu itu aku masih sangat polos namun haus akan ilmu (In Syaa Allah). Sedikit ragu aku memasuki area rumah itu, suasana sungguh sangat menenangkan, apalagi melihat senyum para penghuninya...aaaaah nyeeessss banget.

Waktupun berjalan, aku mulai berproses disini dan pelajaran pun nggak hanya ada di kelas, bisa di kamar mandi, dapur, kamar, selasar, masjid, dll. Gimana nggak dinamain pelajaran kalau setiap perilaku kita bisa dijadikan soal ujian . Di setiap ujian kami harus menjawab pertanyaan kuliah akhlak dengan jujur dan pertanyaannya menyangkut kehidupan kita sehari-hari, misal apa yang Anti lakukan ketika motor terparkir dibarisan paling depan sedangkan Anti ada kuliah pagi? Nah lo...mau jawab apa?biasanya kami senyum-senyum sendiri membaca dan mengerjakan soal demi soal.

Ummi dan Abi (orang tua kami di Rumah Cahaya) tidak menerapkan konsep behaviorisme dalam mendidik kami. Kami tidak akan diberikan perilaku stimulus-respon atau pembiasaan, yang kami dapatkan adalah murni ilmu tauhid. Kami dipahamkan bagaimana melakukan sesuatu murni karena Allah dan untuk menggapai ridhoNya, sesuai banget dengan tagline Melabuh Damai dalam Rengkuhan Ridhonya. Bahkan ketika kami pulang dari perlombaan dan membawa banyak piala, Ummi akan bertanya “ piala-piala itu untuk apa ‘ammah?” hoho

Ya beginilah yang aku dapatkan ketika tinggal di Rumah Cahaya itu, kami tidak pernah diajarkan untuk berbangga-bangga dengan prestasi diluar karena kami hanya diajarkan untuk mencari pintu-pintu Syurga dan RidhoNya dalam beramal di dunia 


Selamat malam perindu Syurga
*Untuk kalian yang selalu menginspirasi

Tuesday, October 8, 2013

Tentang Jeleknya Hafalan

Imam Syafi’i rahimahullah pernah berkata,
شَكَوْت إلَى وَكِيعٍ سُوءَ حِفْظِي فَأَرْشَدَنِي إلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ الْعِلْمَ نُورٌ وَنُورُ اللَّهِ لَا يُهْدَى لِعَاصِي
Aku pernah mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa  ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.” (I’anatuth Tholibin, 2: 190).
Hafalan yang sangat sedikit ini memang tidak pantas untuk dipamerkan begitu juga dengan amalan muroja'ah yang masih ngos-ngosan. Tapi bagi saya mempertahankan hafalan dan istiqomah muroja'ah itu sangat berat apalagi ditambah muroja'ah yang nggak lancar-lancar. Hafalan diulang berkali-kali bukan semakin nempel tapi ternyata semakin bubar T.T
Sedih..
Iya sedih banget...bayangkan, diotak aja belum nempel, apalagi di hati. Memang benar, memiliki hafalan itu selain upaya kita menjaga kemurnia Al-Qur'an juga otomatis menjaga kita dari maksiat. Saya benar-benar merasa banget efeknya, ketika maksiat lebih banyak dari amalan-amalan kebaikan saya, maka hafalan saya (yang masih sangat sedikit ini) ikut terkena efeknya. Saat muroja'ah kadang tersendat-sendat, banyak ngintip-ngintip mushaf atau bahkan ketika jadi imam kita salah membaca lanjutan surat yang kita baca T.T
Maksiat sekarang sudah sangat-sangat terfasilitasi, mau pilih deh pake jalan yang mana...cukuplah berlindung kepada Allah dari godaan syaithan yang terkutuk a'udzubillahi minassyaithanirrajiim...

ditulis saat-saat galau dgn hafalan dan maksiat yang tetap berjalan
#MenujuMQN3

Thursday, March 21, 2013

Tanggal Berapa? :O


Selalu dan selalu kaget ketika waktu begitu cepat berlalu, apalagi sama yang namanya TANGGAL...
pernah sekali berkicau di akun twitterku @ShivaUlya

mahasiswa akhir itu bukan lagi menghitung hari, kapan weekend, dll, tapi menghitung tanggal dan bulan yang cepat berlalu”
 kalau anak UGM itu ngitungnya, FEBRUARI, MEI, AGUSTUS, NOVEMBER...kalo ada yang roaming, itu bulan-bulannya UGM punya gawe akbar yang namanya WISUDA :) yak ritual memakai baju kebaya yang tertutupi dengan jubah hitam besar, pake topi yang  berbentuk segilima yang ada pitanya itu...nah itu namanya TOGA...

moment yang sangat dan sangat dinanti, bahkan dari sejak kita jadi maba (mahasiswa baru) ngaku nggak?

tapi...moment itu tak mudah kita dapatkan teman..yah seperti ninja hatori yang harus lewati gunung, lembah, sungai bahkan lautan...kita harus menghadapi sesuatu yang bernama SKRIPSI teman...hohoho

kalo kata orang yang udah selesein skripsi, dia pasti akan bilang "skripsi itu gampang kok" padahal ya bisa jadi galaunya dia pas ngerjain skripsi lebih dari aku..hehehe
tapi ya...yang pasti skripsi itu akan semakin cepat berlalu justru ketika kita setiap hari memikirkan dia...yakin deh!!! 
terus ya..jangan kagetan gitu kalo orang lagi nyebutin tanggal, nggak usah takut nggak wisuda, ALLAH SWT punya waktu sendiri buat kita, entah itu FEBRUARI, MEI, AGUSTUS, NOVEMBER sampe ke FEBRUARI taun selanjutnya kita tetep akan dipanggil ke GSP (Graha Sabha Pramana) asalnyaaaa...
1. KERJAIN TERUS ITU SKRIPSI, jangan dianggurin
2. SKRIPSI HARUS DIPIKIRAN TERUS, jangan disuruh jalan2 sendiri

tulisan ini sebenarnya aku tunjukkan ke diriku sendiri... :p MARET akan berakhir 

selamat menulis dan mengerjakan

disela-sela verbatim 
22 maret 2013
11.03






Wednesday, March 20, 2013

panen rindu ^^


Kembali menulis demi....

Kerinduan ketika jari-jari ini menari cantik diantara barisan-barisan huruf di keyboard laptop tua ini
Kerinduan ketika isi pikiran keluar dari belenggu kemalasan untuk menuangkannya dalam tulisan
Kerinduan ketika malam-malam yang panjang dan sepi dihabiskan demi menghasilkan sebuah tulisan
Kerinduan ketika upaya membunuh waktu itu dihabiskan dengan bermesra-mesraan bersama huruf2 yang terrangkai dalam kata per kata membentuk tulisan indah
Kerinduan ketika semangat mencantumkan hobby menulis dalam sebuah biodata
Kerinduan untuk terus berkomitmen menulis untuk sekedar berbagi cerita
Dan sebuah kerinduan untuk mengingatkan diri yang tak lagi peka pada perubahan diri
Rindu..rindu...dan ah rindu yang tak terbendung lagi...

Dan inilah aku...aku bersama tulisanku, aku bersama tulisanku yang telah lama memupuk rindu dan ingin segera memanennya dalam perjumpaan ini
               

Sudut ruang makan
21 maret 2012
08.32

sebuah perkenalan


21.29
20 Maret 2013

Kembali aku membuka lembaran baru di dunia maya berjenis blog...
Entah sudah berapa juta blog yang aku buat dan pada akhirnya di syahid bersama semangat saat pertama kali membuat blog. Semoga blog yang baru ini bisa menebar manfaat, bukan hanya soal galau, curhat pribadi atau apapun yang mengganggu pembaca...tapi berharap tulisan ini mampu membawa hikmah dari setiap tarikan nafas dalam hidup ini.

Memperkenalkan aku sebagai empu blog ini..
.
Shiva Ulya Azizah, yang biasa dikenal dengan nama Shiva...tapi entah sejak kapan nama panggilan seperti Chippo, Sipa, desipa, Cipa, dan lain-lainnya terdengar akrab ditelinga. Yah..aku anggap itu adalah panggilan sayang dari sahabat-sahabat yang dekat denganku...

Lahir di sebuah kota yang sejuk dikelilingi oleh pegunungan-pegunungan dan tampak gagah berdiri Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro...Temanggung, 20 Agustus 1990...satu tempat dan satu waktu yang telah Allah takdirkan untukku...

Hampir 23 tahun aku habiskan waktu di dunia ini, sekitar 15 tahun aku habiskan waktuku di kota kelahiranku, bermain, belajar dan bersosialisasi di tempat itu. Kemudian kira-kira menginjak usia 16tahun aku hijrah sendiri ke kota yang dikenal sebagai kota pelajar...Welcome Yogyakarta..
Hijrah merupakan salah satu upaya untuk mendewasakan diri, tapi mungkin pikiran itu belum sampai dipikiranku waktu itu. Tujuan utama adalah untuk mendapatkan satu sekolah bergengsi di kota itu...dan akhirnya berlabuhlah tujuan itu di salah satu SMA terbaik di Jogja... SMA Negeri 8 Yogyakarta. Sebenarnya bukan sekolah ini yang jadi tujuan awal, tapi aku yakin Allah lah sutradara terbaik yang telah menyusun skenario indah di dalamnya. Sebuah awal perjumpaan dengan indahnya sebuah proses menuju kebaikan. Berkenalan dengan teman-teman yang beragam, kakak kelas yang baik dan mampu memberikan teladan...
Dan tak lupa...berkenalan dengan tarbiyaaaaah....

-bersambung-